Di balik semua kesulitan yang ditimbulkan penyebaran virus Corona, ada hal-hal menarik yang setidaknya bisa mengalihkan perhatian banyak orang. Salah satunya dengan munculnya kebiasaan baru yang akhirnya disebut sebagai hobi. Menghabiskan banyak waktu di rumah membuat kebanyakan orang akhirnya berpikir kreatif untuk menghilangkan kebosanan. Ada yang mulai menekuni aktivitas menanam, ada yang mulai serius merawat hewan peliharaan. Tidak sedikit juga yang akhirnya menguasai keahlian tertentu seperti memasak, menjahit, melukis, menciptakan lagu dan sejenisnya.
Waktu yang terus bergulir belum juga memperlihatkan pandemi virus Corona akan berakhir. Hingga kemudian mulai banyak orang yang berani beraktivitas di luar rumah. Namun tentu dengan segala bentuk aturan yang harus ditaati, seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Sisi baiknya adalah masyarakat mulai sadar akan pentingnya kesehatan. Termasuk munculnya hobi bersepeda saat pandemi, benarkah itu bentuk kesadaran terhadap kesehatan ataukah hanya akan menjadi tren sesaat? Mari kita lihat!
Jumlah Pesepeda Meningkat di Berbagai Wilayah
Photo by Daria Shevtsova from Pexels |
Bersepeda sepertinya menjadi salah satu tren yang persebarannya begitu cepat dan merata. Aktivitas yang dulu sempat tergeser akibat kehadiran kendaraan bermotor itu kini semakin mudah ditemui. Tidak hanya di kota-kota besar, pesepeda juga banyak ditemukan di kota-kota kecil dan wilayah pinggiran. Bukan cuma jalan raya yang dipenuhi pesepeda, tetapi juga jalan-jalan di kawasan pedesaan juga selalu diramaikan pesepeda terutama ketika akhir pekan.
Sebuah data menunjukkan bahwa di Jakarta, jumlah pesepeda meningkat drastis hingga 10 kali lipat dibanding tahun lalu. Institute for Transportation and Developement Policy (ITDP) melaporkan ada sebanyak 235 pengguna sepeda di Jakarta pada Juni 2020. Data tersebut menjadi perbandingan angka pada Oktober 2019 lalu yang menunjukkan pesepeda sebanyak 21 saja.
Penambahan jumlah peminat terhadap hobi bersepeda juga berdasarkan survei online yang diadakan KlikDokter pada 18 Juli lalu. Sebanyak 59 orang atau 89% dari keseluruhan 66 partisipan mengaku sudah melakukan hobi bersepeda sejak sebelum datangnya pandemi virus Corona. Sedangkan sisanya yaitu 11% atau 11 orang mengaku mulai bersepeda semenjak pandemi.
Dari survei di atas juga terlihat bahwa tren bersepeda dimulai sejak adanya pelonggaran di berbagai wilayah atau yang disebut dengan istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pada masa tersebut, semua aktivitas sudah kembali normal namun masih banyak orang yang khawatir akan penularan Corona. Terutama pada penggunaan transportasi umum yang sangat rentan menjadi tempat penularan virus. Akhirnya banyak orang harus memutar otak dan menemuka cara transportasi yang lebih aman. Bersepeda adalah pilihannya.
Mengapa Memilih Bersepeda?
Sebenarnya ada banyak inspirasi hobi baru selama masa pandemi. Misalnya berkreasi dengan resep hingga muncul menu baru. Ide ini sudah pernah juga mengisi waktu masyarakat di masa awal pandemi dengan hadirnya minuman fenomenal yang diberi nama Dalgona Coffee. Tapi popularitas kopi Dalgona tidak bertahan lama. Buktinya minuman tersebut tidak lagi banyak diperbincangkan.
Bersepeda pun sebenarnya bukan aktivitas yang baru dikenal. Sepeda sudah dikenal sebagai alat transportasi tradisional. Kendaraan tersebut sudah dipakai sejak zaman penjajahan. Mulai dari hanya golongan pejabat saja yang dapat menggunakan, hingga sekarang semua kalangan mampu memiliki sepeda. Lantas kenapa bersepeda kembali mendapatkan respon yang begitu ramai dan diiringi dengan peningkatan peminat?
Sepeda diketahui sebagai kendaraan yang ramah lingkungan. Hal ini disadari sebagai salah satu menjaga keseimbangan alam dengan tidak menimbulkan polusi yang lebih banyak. Maka wajar jika kemudian banyak orang memilih menggunakan sepeda. Karena mereka tahu bahwa sepeda tidak akan merusak lingkungan atau bisa dikatakan mendukung gaya hidup green living seperti yang sudah banyak digalakkan di berbagai negara seperti Jepang salah satunya.
Selain itu, sepeda mengharuskan penggunanya untuk melakukan gerak fisik lebih banyak. Berbeda dengan penggunaan kendaraan bermotor yang tidak perlu dikayuh. Sementara kaki harus terus bergerak untuk membuat sepeda melaju. Hal ini dipercaya bagus untuk kesehatan tubuh. Bersepeda juga termasuk salah satu olahraga termudah dan sangat menyenangkan.
Penjualan Sepeda Meningkat karena Tren
Photo by Philipp M from Pexels |
Meningkatnya minat masyarakat terhadap hobi bersepeda saat pandemi membawa angin segar bagi para penjual sepeda. Setelah sekian lama mereka harus bersaing dengan tingginya minat terhadap kendaraan bermotor, akhirnya masa pandemi ini membawa mereka pada keberuntungan. Tidak dapat dipungkiri lagi, permintaan akan sepeda terus melonjak. Hal inipun juga tidak dapat mencegah tingginya harga sepeda.
Poin ini sebetulnya juga masih merupakan jawaban pada sub bab sebelumnya, mengapa memilih bersepeda? Di antara para penggemar sepeda itu juga mengaku menyukai sepeda-sepeda masa kini yang tentu jauh lebih canggih dan modern, dengan harga yang tentu tidak lagi murah. Bisa dipastikan bahwa tren bersepeda ini akan mengiringi munculnya tren model sepeda kekinian.
Sepeda bukan lagi kendaraan yang harganya jauh dibawa motor. Bahkan harga sepeda kini sudah bisa disetarakan dengan harga motor baru atau bahkan melebihinya. Untuk merk tertentu, sepeda kekinian itu bisa dihargai sangat tinggi hingga puluhan juta rupiah. Hal inipun sepertinya tidak menjadi keberatan bagi sebagian orang yang terbukt rela membeli sepeda mahal demi memuaskan hobinya.
Omzet penjual sepeda dipastikan meningkat tajam. Penjualan pun tidak hanya secara langsung tapi juga sudah masuk ke ranah online. Dari yang awalnya minat terhadap sepeda sangat rendah, kini ratusan unit sepeda bisa terjual setiap bulannya. Tidak hanya berlaku untuk sepeda baru, sepeda bekas alias second juga tetap diburu.
Tren Sesaat ataukah Akan Bertahan?
Photo by Daniel Frank from Pexels |
Tak dipungkiri bahwa masa pandemi ini menghasilkan banyak penggemar pesepeda baru. Mereka dengan terang mengaku baru menenkuni aktivitas itu sejak pandemi. Inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan apakah bersepeda akan menjadi tren sesaat ataukah akan bertahan hingga waktu yang lama seperti orang-orang yang menggunakan motor?
Sebagian pesepeda baru akhirnya menyadari bahwa aktivitas tersebut bisa mendatangkan banyak manfaat. Mereka lah yang kemudian masih terus melakukan kegiatan ini di waktu yang konsisten. Mereka umumnya juga paham bahwa bersepeda termasuk olahraga yang perlu diimbangi dengan mengonsumsi makanan sehat serta menjalankan kebiasaan sehat lainnya.
Di sisi lain, tidak sedikit orang yang akhirnya harus mau disebut 'latah'. Mereka juga termasuk pesepeda baru. Bahkan mereka juga ikut membeli sepeda kekinian dengan harga mahal. Mereka juga yang meramaikan jalanan setiap akhir pekan. Mereka yang juga kemudian membentuk komunitas atas hobi baru tersebut.
Pesepeda yang hanya ikut-ikutan biasanya akan terlihat menurun semangatnya ketika tren bersepeda tidak lagi se-booming sebelumnya. Apa yang mereka cari hanya eksistensi, berfoto dengan sepeda baru yang keren, memakai baju selayaknya atlet bersepeda lalu mengunggahnya di media sosial. Namun setelah beberapa saat, minatnya berkurang dan bahkan bisa hilang sama sekali.
Melihat dari fakta-fakta di atas, hobi bersepeda saat pandemi bisa dikatakan sebagai tren sesaat. Terutama bagi mereka yang tidak memahami betul manfaat di balik aktivitas itu. Terbukti sudah sekarang jalanan di akhir pekan tidak lagi dipenuhi pesepeda. Sementara bersepeda juga bisa menjadi gaya hidup apabila orang yang menjalankannya menyadari ada keuntungan dari segi kesehatan yang akan didapatkannya. Mereka juga biasanya termasuk orang yang rutin bersepeda sebagai pengisi waktu libur dan pelepas penat, bukan yang bersepeda namun justru mengalami kelelahan yang berlebihan.
Salam,
0 Comments